1428942970791

 

Author : Cho Haneul
Title : Crashed
Type : Chaptered
Genre : Drama, Romance, School Life
Rating : PG 17

Also posted in my personal WP 

Cast :
– Park Boyoung
– Nam Bora
– Kim Jongin
– Kris Wu
– Oh Sehun
– Kim Suho

_________________________________________________________

“Masuklah, ibuku ada didalam.” Ucap Min Woo dengan ekspresi datar. Boyoung mengangguk pelan dan dengan agak ragu masuk kedalam kamar ibu Min Woo. Saat tadi bertemu Min Woo dijalan, Boyoung berpikir bahwa pria itu akan berusaha untuk melukainya, tapi ternyata dugaannya meleset. Min Woo hanya memintanya untuk ikut namja itu ke rumah, bertemu dengan ibunya.

Perasaan Boyoung gugup sekali. Ini akan menjadi pertemuan pertama Boyoung dan nyonya Song Jieun, ibunda Min Woo dan Nara, setelah tiga tahun lamanya tidak pernah bertemu. Boyoung melihat wanita paruh baya itu tengah duduk didepan jendela kamarnya yang terbuka lebar. Ia tampak sedang menikmati semilir angin pagi yang sejuk. Sejenak Boyoung menjadi ragu apakah ia harus menghampiri wanita itu atau malah lebih baik langsung pergi.

“Lama tidak bertemu, Boyoung-ah.”

Suara lembut itu menyentak Boyoung. Gadis itu berdiri tegang ditempatnya sembari menatap Song Jieun dengan intens. Jujur, Boyoung takut mendapat amukan dari wanita paruh baya itu. Amukan karena sudah menjadi penyebab kematian Nara.

“Kemarilah.” Wanita itu menjulurkan tangannya sembari tersenyum kecil, membuat Boyoung sempat tertegun. Apa wanita itu tidak membencinya?

Boyoung berjalan menghampiri ibu sahabatnya itu dan dengan ragu menggenggam tangan hangat wanita itu. Tanpa disangka Jieun menggenggam tangan Boyoung dengan erat dan langsung menarik gadis itu kedalam pelukannya. Tangis Jieun pecah. Mendengar tangisan pilu itu tak urung membuat Boyoung juga ikut menangis.

“Maafkan aku… karena aku Nara…”

“Aniya, itu bukan kesalahanmu. Semua sudah menjadi takdir Tuhan untuk Nara. Aku justru minta maaf karena sempat membencimu dan juga aku minta maaf karena Min Woo sudah beberapa kali mencoba untuk melukaimu. Maafkan kami…” Isak Jieun masih sambil memeluk Boyoung. Gadis mungil itu menggeleng cepat. “Aniya ahjumma, akulah yang harus minta maaf. Aku terlalu takut untuk membela temanku sendiri. Aku begitu pengecut karena meninggalkan Nara disaat ia amat sangat membutuhkan seorang teman. Aku marah pada diriku sendiri. Aku menyesal karena menjauhi Nara. Aku minta maaf…” Rasa sesal, sedih, marah dan kecewa itu kembali menyelimuti hati Boyoung. Andai ia lebih berani, pasti semuanya tidak akan berakhir semenyedihkan ini.

Jieun melepaskan pelukannya dan kemudian menatap Boyoung penuh sayang, persis seperti tatapan seorang ibu kepada anaknya. “Kau adalah sahabat Nara. Teman terbaik yang pernah Nara miliki. Aku tahu bahwa diatas sana Nara tidak pernah menyalahkanmu. Nara pasti sedih melihatmu yang selalu menyalahkan dirimu sendiri. Maka dari itu, mulai hari ini kita tutup kenangan kelam itu. Kita mulai semuanya dari awal lagi. Kau harus bisa memaafkan dirimu.” Jieun membelai lembut kepala Boyoung. Air mata Boyoung kembali terjatuh, namun kali ini adalah air mata kebahagiaan. Bahagia karena pada akhirnya masalah dan beban yang selama ini menghimpit dirinya sudah hilang seiring dengan permohonan maafnya yang diterima oleh keluarga Nara. Sekarang dadanya terasa lapang.

“Gomawo Jieun ahjumma… jeongmal gomawo…” Boyoung kembali memeluk wanita paruh baya itu.

Dari celah pintu kamar yang tidak tertutup sempurna, Min Woo melihat pemandangan mengharukan itu dalam diam. Setetes air mata pun jatuh dipipinya. Pada akhirnya ia berusaha untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Setelah berdialog panjang dengan sang ibu dan seiring dengan kesembuhan ibunya, Min Woo kini sudah dapat menerima kenyataan bahwa kepergian Nara bukanlah kesalahan Boyoung. Itu semua merupakan cobaan yang diberikan Tuhan kepada keluarga mereka.

 

 *****

 

Kai bersikap seperti orang gelisah. Oh bukan hanya seperti, tapi ia memang benar-benar gelisah saat ini. Mendapati Boyoung tidak dapat ia temui disudut manapun di sekolah serta tak dapat dihubungi cukup membuat namja berkulit tan itu kelabakan. Padahal tadi pagi mereka sempat berkomunikasi lantaran Boyoung mengucapkan selamat ulang tahun untuknya, tapi sekarang gadis itu malah tak dapat dijangkau. Dan keadaan ini cukup membuat Kai frustasi.

“Gwenchana?” Tanya Sehun yang bingung melihat Kai terus menatap jendela lantai dua, tempat kelas Boyoung berada. Namja itu bahkan mengabaikan bola oranye yang biasanya selalu menarik perhatiannya itu.

“Boyoung tidak masuk.”

Sehun tak dapat menutupi senyumnya saat mendengar jawaban singkat Kai. Jelas sekali bahwa Kai sekarang sangat bergantung pada gadis mungil yang tingginya bahkan tidak mencapai bahu namja itu. Dalam hati Sehun merasa senang karena kini Kai sudah mulai membuka hatinya. Dan yang membuat Sehun lebih senang lagi karena itu berarti Kai tidak memiliki perasaan apapun terhadap Bora.

Mengingat Bora tak ayal membuat Sehun tersenyum manis persis seperti namja kasmaran. Yah, faktanya ia memang tengah kasmaran sekarang.

“Gwenchana?” Kali ini Kai yang bertanya, merasa bingung melihat temannya yang tiba-tiba tersenyum sumringah itu. “Kau tidak sedang teler, kan?”

“Sialan kau!” Umpat Sehun sembari melempar bola basket kearah Kai yang dengan sigap langsung ditangkap oleh namja itu. Tak lama keduanya pun terlarut dalam permainan basket mereka diiringi tatapan memuja dari siswi-siswi sekolah.

 

 *****

 

Apartemen Sehun terlihat ramai. Ada Sehun, Kai, Boyoung, dan bahkan Bora. Sekilas keempat remaja itu tampak seperti sedang melakukan kencan ganda. Sebenarnya mereka berkumpul untuk merayakan ulang tahun Kai. Meskipun Kai sudah mati-matian menolak adanya pesta kecil-kecilan itu, tapi pada akhirnya ia tetap mengalah pada keinginan teman-temannya. Apalagi Boyoung sendiri yang menyiapkan semua makanan. Mana sampai hati Kai untuk menolaknya.

“Ja, ayo dicoba sup rumput lautnya. Maaf ya, seharusnya aku memberikannya saat di sekolah tadi, keunde sesuatu terjadi sehingga aku tidak bisa masuk sekolah. Makanya sebagai permintaan maaf aku membuatkan semua makanan ini.” Ujar Boyoung sumringah. Kai tersenyum kecil sebagai balasan. “Seharusnya tidak perlu repot-repot, keunde gomawo untuk makanannya.”

Bora tersenyum kecil melihat pemandangan itu. Gadis itu berusaha untuk membiasakan diri untuk melihat momen Kai dan Boyoung. Awalnya Bora enggan untuk bergabung karena sadar bahwa kehadirannya pasti tak diharapkan oleh Kai, namun Oh Sehun dengan sejuta cara dan akalnya berhasil membawa Bora untuk datang merayakan ulang tahun Kai. Bora bahkan tidak sempat membelikan kado. Ia menjadi semakin tak enak hati.

“Memangnya apa yang terjadi?” Tanya Kai.

“Hanya bertemu teman lama dan menyelesaikan masalah yang sempat tertunda. Dan syukurlah semuanya sudah terselesaikan dengan baik.”

“Geure? Syukurlah kalau begitu.”

Sepanjang malam mereka lewatkan untuk berbincang-bincang mengenai banyak hal. Boyoung dan Sehun yang mendominasi percakapan malam itu, sedangkan Kai dan Bora hanya menjadi pendengar setia. Boyoung meraih botol minuman ringan yang ada dihadapannya. Gadis itu mengernyit saat mendapati botol yang kosong. “Ah, sudah habis. Sehun-ah, temani aku ke mini market yang dibawah. Kita kehabisan minuman dingin.” Ajak Boyoung. Kai langsung menoleh. “Denganku saja.” Namja itu sudah bersiap-siap bangkit, namun Bora menahan tangannya. “Tidak usah, kau kan belum selesai makan. Habiskan saja makananmu, biar aku ditemani Sehun saja.” Kai tampak kecewa, namun pria itu memilih diam dan menuruti perkataan Boyoung untuk menghabiskan makanannya.

 

  *****

 

Sehun dan Boyoung berjalan beriringan menyusuri lorong apartemen. “Hei, kau pasti sengaja ingin meninggalkan mereka berdua, geutchi?” Sehun memincingkan matanya. Boyoung mengangguk sambil tertawa kecil. “Apa kelihatan sekali?”

“Jogeum.”

“Aku tidak tahan melihat mereka yang bersikap seakan saling tak mengenal itu. Aku harap dengan berduaan seperti sekarang mereka bisa lebih leluasa untuk berbicara. Untuk menyelesaikan masalah mereka yang belum terselesaikan. Kuharap mereka bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk saling memaafkan. Tidak ada yang lebih melegakan dari pada berhasil mendapatkan maaf. Jadi, aku sangat berharap bahwa Jongin mau mencoba untuk memaafkan Bora.” Ucap Boyoung.

Sehun tersenyum, sadar betapa baiknya gadis disebelahnya ini. Jika gadis lain, mungkin mereka akan cemburu dan berusaha untuk menjauhkan namja yang mereka sukai dari gadis lain. Tapi Boyoung bukanlah tipe gadis yang seperti itu. Ia begitu tulus, dan Sehun merasa tenang jika gadis ini ada disisi Kai.

“Ja, kalau begitu bagaimana jika kita sekalian pergi membeli roti coklat yang di toko ujung jalan? Sekalian memberikan mereka lebih banyak waktu.” Usul Sehun.

“Joha! Kaja!”

 

 *****

 

Suasana canggung begitu terasa diantara Bora dan Kai. Sesekali Bora mencuri pandang kearah Kai. Namja itu tahu bahwa gadis disebelahnya tengah mencuri-curi pandang kearahnya, namun Kai mengabaikannya. Bersikap seakan-akan ia tidak tahu mengenai hal tersebut. Merasa tidak nyaman dengan suasana canggung tersebut, Kai berniat untuk beranjak pergi. Akan tetapi dengan refleks Bora menahan pergelangan tangan pria berkulit agak gelap itu. Kai menatap Bora datar.

“Ada yang ingin aku katakan.” Ucapnya serius. Kai kembali duduk disebelah Bora. “Kai…” Bora menatap Kai sendu. “Aku minta maaf… Tidak bisakah kita kembali berteman seperti dulu? Aku tidak nyaman dengan sikap tak acuh mu itu. Kau memperlakukanku seakan kita tak saling mengenal.”

“Bukankah ini yang kau mau? Kau jijik kan berdekatan dengan seorang pecandu sepertiku?”

Bora menunduk dalam. Tiba-tiba saja gadis itu jadi ingin menangis. “Tidak seperti itu. Aku…. aku minta maaf, Kai…” Suara Bora terdengar bergetar, tanda-tanda tangisnya akan pecah. Kai mengamati wajah Bora, mengantisipasi jika sewaktu-waktu gadis itu menangis. “Apa yang harus kulakukan agar kau mau memaafkanku?” Pertanyaan yang sarat akan rasa putus asa itu keluar dari mulut Bora. Sungguh, saat ini Bora merasa rela melakukan apapun demi sebuah maaf dari Kai.

Kai menghela napas pelan. “Geumanhe. Tidak perlu putus asa seperti ini. Seperti bukan Nam Bora yang kukenal saja.” Ucap Kai. Bora memandang namja itu penuh harap, dan ketika Kai menjulurkan tangan kearahnya, saat itu juga Bora merasa lega. Permohonan maafnya diterima.

Mereka berdua saling berjabat tangan. “Apa ini berarti kita baikan?” Bora ingin memastikan.

Kai menyeringai usil. “Menurutmu nona cerewet?”

Bora tersenyum manis. “Gomawo Kai, geurigo mianhe.”

 

 *****

 

Boyoung dan Sehun sedang dalam perjalanan pulang setelah mampir ke toko roti yang berada tak jauh dari apartemen. Mereka sengaja berjalan lambat-lambat untuk memberikan waktu berdua bagi Kai dan Bora. Kedua remaja itu amat berharap jika nanti mereka akan mendapati Kai dan Bora yang sudah berbaikan. Memikirkan kemungkinan Kai dan Bora yang akan kembali dekat jika mereka sudah berbaikan, membuat Sehun iseng bertanya mengenai kemungkinan tersebut kepada Boyoung.

“Bagaimana jika setelah ini mereka kembali dekat?”

“Justru bagus, kan?”

“Maksudku dekat dalam artian lain. Apa kau tidak cemburu? Bagaimana jika seandainya Kai dan Bora… berpacaran?” Sehun melirik kearah Boyoung, ingin melihat bagaimana ekspresi gadis itu. Sehun agak tertegun melihat senyuman manis dan tulus yang terukir dibibir gadis bertubuh mungil itu. Boyoung menegadah kepalanya guna untuk menatap langit malam yang ditaburi banyak bintang. “Jika memang begitu, maka aku akan berusaha untuk menerimanya. Lagipula Bora adalah gadis yang baik. Jika pada akhirnya Jongin memilihnya, maka itu berarti Bora lah yang terbaik. Aku akan baik-baik saja.” Ucap Boyoung. Gadis itu kemudian menoleh kearah Sehun. “Neon otte? Apa kau tidak cemburu?” Tanyanya dengan senyuman penuh arti. Sehun langsung tersentak. “Mwo? Untuk apa aku cemburu?”

Boyoung langsung tertawa melihat reaksi kelabakan Sehun yang menurutnya cukup lucu itu. “Aku tahu bahwa kau menyukai Bora. Terlihat jelas dari caramu memandangnya.”

Dalam hati Sehun meringis. Padahal ia sudah mati-matian berusaha untuk menutupi perasaan spesialnya terhadap Bora, tapi dengan mudahnya Boyoung dapat melihat isi hatinya. Apa ia kurang ahli untuk menutupi perasaannya? Ataukah Boyoung yang terlalu hebat membaca raut wajahnya?

“Tidak bisa menjawab?” Boyoung terkekeh kecil.

 

*****

 

Kai dan Sehun tengah berbaring diatas ranjang. Mereka sudah mengantar Bora dan Boyoung selamat sampai di rumah masing-masing. Sehun berdeham. “Senang melihatmu dan Bora sudah berbaikan.” Ucapnya. Kai hanya tersenyum kecil. “Yah, kurasa gadis itu pantas untuk mendapatkan kesempatan kedua.”

“Kai… aku menyukai Boyoung…”

Kai langsung menoleh kearah Sehun. Wajahnya tampak panik. “Kau menyukai Boyoung? Keunde, geu yeoja neun neoga style aniya.”

“Tapi dia baik dan lucu.”

“Kupikir kau tertarik dengan Bora.”

Sehun menyisir rambutnya kebelakang dengan menggunakan jari-jarinya. “Aku berubah pikiran. Kurasa aku lebih tertarik dengan Boyoung. Aku akan segera menyatakan perasaanku padanya.”

“Yak neo…”

“Hahahaha, aku hanya bercanda Kai! Tidak usah panik seperti itu! Kau tahu, wajahmu terlihat konyol. Sebegitu takutkah kau akan kehilangan Boyoung?” Goda Sehun masih sambil tertawa. Kai hanya diam. Ia merasa kesal karena telah dipermainkan oleh sobatnya itu. Sehun tidak tahu saja sekaget apa Kai ketika dengan gamblangnya Sehun bilang bahwa ia tertarik dengan Boyoung. Kai nyaris frustasi.

Sehun menatap Kai intens. “Aku tahu kau menyukainya. Kenapa tidak jujur padanya? Kau tahu, Boyoung juga menyukaimu. Ia pernah secara tak langsung mengatakannya padaku. Cepat nyatakan perasaanmu sebelum ia pergi karena lelah dengan ketidakpastian.” Saran Sehun.

Kai menghela napas pelan. “Tidak bisa. Keadaanku sekarang begitu menjijikkan. Aku yang sekarang sama sekali tidak pantas untuk berdiri disisinya. Kehidupan kami begitu berbeda…” Ucap Kai lirih.

“Cinta tidak memandang pantas atau tidaknya seseorang. Jika kau menyukainya, maka lekas ungkapkan perasaanmu. Wanita perlu kepastian Kai. Mereka tidak suka berjalan bersama angin yang bisa dengan seenaknya menghempaskan mereka. Percaya padaku, Boyoung takkan keberatan dengan kondisimu saat ini. Lagipula kau dalam tahap penyembuhan, bukan?”

“Tapi…”

“Katakan atau tidak sama sekali Kai!”

 

 *****

 

Rasa sakit itu kembali datang. Kali ini betul-betul tanpa toleransi. Sekujur tubuh Kai menggigil, merasa kedinginan disertai sakit yang amat sangat disaat yang bersamaan. Kai memeluk tubuhnya dengan erat sembari menggigit bibirnya hingga berdarah.

“ARGH!” Kai merintih kesakitan. Tubuhnya terjatuh dan menggelepar tak berdaya dilantai kamar yang dingin. Sehun yang mendengar rintihan tersebut dengan panik menggedor pintu kamar Kai yang terkunci dari dalam.

“KAI BUKA!” Seru Sehun panik, namun tak mendapat balasan dari Kai. Yang ada suara rintihan dan geraman Kai justru terdengar semakin nyaring. Sehun sudah tidak dapat menunggu. Pria itu langsung berusaha untuk mendobrak pintu kamar yang ternyata lumayan kokoh itu. Satu kali, dua kali, tiga, empat, hingga dikali yang kelima, akhirnya pintu kamar Kai terbuka. Sehun langsung berlari masuk dan seketika ia membeku tatkala mendapati Kai yang sudah tergeletak tak berdaya dilantai kamar dengan mulut penuh busa. Jantung Sehun seakan diremas dengan kuat.

“YA TUHAN, KAI!

 

*****

 

Suho memeluk ibunya yang tengah menangis sesegukan. Bertemu dengan Kai dalam kondisi seperti ini bukanlah keinginan pria itu. Kai masih ditangani oleh dokter. Tampaknya kondisi adik tirinya itu terlalu baik, sebab mereka sudah terlalu lama menunggu di luar ruang gawat darurat. Suho menatap Sehun yang berdiri gelisah dihadapannya. Namja berkulit putih pucat itu berdiri dengan bersandar di dinding rumah sakit. Wajahnya terlihat gusar dan gelisah. Sehun tampak begitu kacau, sama seperti dirinya dan sang ibu. Hanya ada mereka bertiga disana. Sang ayah menolak untuk melihat Kai karena menurutnya semenjak ia mengusir Kai dari rumah, maka saat itu juga Kai bukan anaknya lagi. Hal tersebut sempat membuat Suho meradang dan menciptakan percekcokan diantara ayah dan anak itu. Untuk pertama kalinya Suho berani membentak sang ayah. Hal yang selama ini tidak pernah dibayangkan olehnya.

Ketiga orang itu langsung menoleh kearah pintu kamar UGD begitu pintu tersebut dibuka. Seorang dokter keluar dengan senyum tipis diwajahnya, membuat ketiga orang itu merasa lega karena itu berarti bahwa Kai baik-baik saja.

“Jangan khawatir. Kondisi Jongin-ssi sudah baik. Ia sudah melewati masa kritisnya. Ada baiknya jika setelah ini kalian membawa Jongin untuk rehabilitasi. Itu akan sangat baik untuk penyembuhannya.” Ujar sang dokter yang bernama Lee Sungmin itu. Dokter itu kemudian melanjutkan. “Kalian bisa menjenguk Kai setelah ia dipindahkan ke kamar rawat biasa. Kalau begitu saya pamit dulu. Masih ada pasien yang harus ditangani.” Dokter Lee membungkuk sopan sebelum undur diri.

“Khamsahamnida uisa-nim.”

“Sehun-ah!”

Sehun menoleh begitu mendengar namanya dipanggil. Tidak hanya Sehun, Suho dan ibunya juga turut menoleh. Mereka mendapati Boyoung yang tengah berlari-lari kecil menuju kearah mereka. Gadis itu membungkuk sopan kepada Suho dan ibunya. Ia lalu menatap Sehun. Wajahnya begitu pucat pasi karena cemas. “Bagaimana kondisi Kai? Kenapa kau tidak langsung menghubungiku?” Boyoung agak kesal dengan fakta satu itu. Sehun tidak mengabarinya perihal kondisi Kai. Pria itu baru memberi tahu saat Boyoung menelponnya karena mendapati apartemen yang kosong padahal gadis itu ingin mengambil mantelnya yang tertinggal.

“Mianhe. Aku begitu kalut hingga lupa untuk menghubungimu. Tapi kau tenang saja, tadi uisa bilang jika Kai sudah lewat dari masa kritisnya. Ia sudah baik-baik saja. Hanya tinggal menunggunya sadar.” Ucap Sehun.

Ibunda Kai menatap Boyoung intens. “Hokshi, apa kau yeojachingu Kai?” Tanya wanita itu sopan.

Boyoung terkaget dan langsung menggeleng. “Aniya ahjumma. Aku hanya temannya.” Jawabnya gugup. Dalam hati Boyoung merutuki dirinya yang begitu gugup dan tampak seperti yeoja bodoh hanya karena pertanyaan sederhana seperti itu.

Dua orang perawat keluar dari dalam UGD dengan mendorong sebuah ranjang dimana Kai terbaring diatasnya. “Pasien akan kami bawa ke ruang rawat.” Ucap salah satu perawat dengan sopan. Mereka mengikuti perawat tersebut.

Kris muncul belakangan. Pria itu tadi harus memarkirkan mobilnya terlebih dahulu. Kris mengikuti rombongan itu dalam diam. Setelah sampai didepan ruang rawat, mereka bergantian untuk melihat kondisi Kai. Ibu Kai dan Suho yang pertama kali masuk, sedangkan Sehun, Bora dan Kris menunggu di luar. Tak lama Suho keluar seorang diri. Tampaknya sang ibu masih ingin berada disisi Kai. Suho menatap teman-teman adiknya dengan pandangan penuh terima kasih, terutama kepada Sehun. Karena Suho tahu jika selama ini Sehun yang sudah banyak membantu adiknya.

“Terima kasih sudah banyak membantu Kai. Jika tidak ada kalian aku tidak tahu akan seperti apa nasib Kai. Pasti dia akan terjerumus lebih dalam.”

“Kai adalah sahabatku, hyung. Sudah sewajarnya aku menolongnya.” Ucap Sehun.

Suho tersenyum kecil. “Aku dan eomma sudah sempat berbincang sedikit mengenai Kai. Kami sepatas untuk memasukkannya kedalam pusat rehabilitasi begitu ia keluar dari rumah sakit nanti.” Ujar Suho.

Kris langsung tersentak. ‘Rehabilitasi? Itu berarti Kai adalah seorang pecandu?’

Wajahnya langsung berubah gusar. Kris menatap adiknya intens dan mendapati wajah Boyoung yang tenang begitu mendengar kata rehabilitasi. Itu menandakan jika Boyoung tahu mengenai keadaan Kai yang seorang pecandu. Tiba-tiba saja Kris merasa sangat marah. Boyoung tahu jika ia membenci seorang pecandu. Dan kini adik angkatnya itu malah berhubungan dekat dengan seorang pecandu narkoba? Ini tidak bisa dibiarkan!

 

-To Be Continued-

Halo semuanya! Maaf banget ya aku lama lanjutin ini. Aku baru selesai ujian, jadi baru ada waktu buat lanjutin ini sekarang. Semoga kalian masih berminat sama FF ini. Makasih banyak untuk dukungan yang selalu kalian kasih ke aku. You guys are amazing! FF ini bakalan segera tamat, jadi dimohon untuk bersabar hehe… See you on the chap 15 soon ^^